“TARNO?! TARNO?! TARNOOOOO?!” TIIINNN! TINNNNN!!!!! TINNNNNNNNN!!!!!!
Aku berteriak sekuat tenaga. Namun Tarno tak jua menggagasku. Ia dan kedua teman yang berada di sampingnya tak juga menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa teman-temannya masih ada atau tidak.
Aku terus membunyikan klaksonku hingga akhirnya aku menyadari bahwa kedua teman Tarno yang berada di samping kiri dan kanan kini mulai mengurangi lajunya. Hingga akhirnya kini sejajar denganku. Dan.. SIAL! Tengkorak lagi?! Mereka juga berusaha menabrakkan diri kepadaku. Kutarik gas motorku dengan kencang. Kularikan diriku menuju Tarno. Berusah mencari tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi. Tapi sial. Tarno tetap tak terkejar. Sementara, kedua motor itu kini tak lagi tampak di belakangku.
Baru saja aku memastikan bahwa kedua motor pengawal Tarno sudah jauh dari padanganku, ketika aku melihat di depan, kedua pengendara itu sudah ada di kiri dan kanan Tarno. Menoleh padaku sambil menggertakkan tulang gigi mereka. Seolah mereka tengah tertawa terbahak-bahak karena berhasil mengelabuiku.
Mimpikah aku?! Atau bagaimana?! Apa yang sebenarnya terjadi di sini?! Mengapa tak ada kendaraan lain lewat juga di sini?!
Seolah-olah Tuhan mendengarkan doaku, dari arah berlawanan kulihat cahaya kecil perlahan mendekat. Syukurlah. Tampaknya itu lampu mobil. Aku melaju kencang barusaha mendekati cahaya dari arah berlawanan itu.
ASTAGA! ITU KEPALA-KEPALA MANUSIA! Mereka terbang dengan kobaran api yang tengah menyiksa mereka!
Aku berusaha mengendalikan motorku yang membuatku nyaris menabrak salah satu kepala yang entah bagaimana benar-benar meneyrupai sorot lampu mobil dari kejauhan.
Sial! Tarno?! Siapa kau?! Apa yang kau lakukan padaku?
Kini aku pasrah. Aku memejamkan mataku. Tak peduli apakah aku akan menabrak atau kemudian terperosok ke dalam hutan terdalam. Aku memasrahkan diriku pada Tuhan. Berdoa dengan menyerahkan nyawaku kepadaNya.
