Nod dan Ara, Sebuah Awal Kisah

“Kenapa harus di apartemenku?!” protes Nod.

“Apa kamu mau tinggal di rumahku dan menyisakan seribu pertanyaan bagi mereka?” balas Ara.

“Tak apa. Aku sedang berpamitan darmawisata kepada orang rumah. Tak ada yang akan mencariku selama seminggu ke depan. Sebuah kebetulan yang menguntungkan.” lanjutnya.

Baca juga:

 

Nod sedari tadi berpikir keras, siapa yang seharusnya hidup. Dari posisi Ara terjatuh tadi, tampaknya itu adalah hal yang disengaja.

“Aku lapar. Ayo belanja! Aku ingin memasak.” ujar Ara.

“Tidak usah repot-repot. Ayo makan mi instan saja.” balas Nod tak peduli.

“Kenapa harus mi instan?!” protes Ara.

“Aku sedang tidak dalam posisi ingin berbelanja dan membuang waktu hidupku yang singkat.” balas Nod.

Ara mendengus kesal mendengar alasan Nod. Mau tak mau ia menuruti permintaan Nod. Sebenarnya Nod memilih makan mi instan karena sedari tadi merasa aneh dengan Ara. Ia berpikir bahwa bisa saja Ara berencana membunuhnya dengan memasukkan racun ke dalam masakannya.

“Lalu, kenapa kamu bisa terjatuh dari gedung tadi?” tanya Nod membuka percakapan sambil menyeruput mie.

“Oh. Aku bunuh diri.” Nod tersedak. “Aku bosan hidup.” jawab Ara singkat, tanpa ekspresi.

“Jadi aku mati karena kamu bunuh diri?!” teriak Nod.

“Sepertinya begitu.” jawab Ara datar.

“Aku masih menikmati hidupku sebagai manusia. Sementara kamu sudah bosan?” tanya Nod langsung menembak.

“Benar.” jawab Ara singkat lagi.

“Jadi sebagai orang normal. Dan kalaupun ada orang lain di sini tahu mengenai kasus kita, tentu kamu akan tahu kan apa pendapatnya? Kamu tahu kan siapa yang selayaknya hidup?” ujar Nod ketus. Tampak wajah Ara berekspresi sedih sekilas, lalu mau tak mau Ara tetap menjawab.

“Iya aku tahu.” jawab Ara. “Tapi…” Ara menyambung. Nod tak menduga bahwa ada kata ‘tapi’ setelah kalimat singkat yang selalu dikeluarkan Ara.

“Tapi orang benar bahwa manusia justru menyadari makna hidupnya ketika ia sudah mendekati ajalnya. Sekilas, ketika aku akan sampai di bawah tadi, aku menyesali perbuatanku dan merasa ingin melakukan lebih banyak hal dengan hidupku.” jelas Ara.

Nod benar-benar tak percaya dengan apa yang ia dengar baru saja. Ia begitu geram dengan jawaban enteng dari Ara.

“Jadi, lebih baik kita jalani dulu hidup selama tujuh hari ini. Dan bicarakan baik-baik siapa yang sepantasnya hidup.” lanjut Ara mengakhiri percakapan.

Aresta Nia
Aresta Nia
Penulis. Story teller. Suka musik dan puisi. Aktif menulis sejak 2015.

Latest articles

Related articles

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!