Berkunjung ke Rumah Mbah Kung dan Si Mbok

Masalah lain muncul ketika aku hendak memejamkan mata. Suara di sini terasa lebih keras dari pada di rumahku sendiri. Suara jangkrik, kadal yang melintasi dedaunan (atau malah ular?!), suara ayam yang masih begadang, dan sesekali.. kudengar suara langkah seseorang. Apakah itu pria yang berteriak dengan lantang tadi?

Aku berusaha dengan keras untuk memejamkan mataku dan menyesuaikan keadaan. Aku harus beristirahat karena besok sudah harus bekerja. Suara obrolan Mila dan Si Mbok juga sudah tak terdengar lagi. Suara batuk Mbah kung juga tidak. Mereka sudah terlelap.

Baru saja aku berhasil terlelap dalam kesunyian desa ini. Aku sudah mulai nyaman dengan semuanya. Tiba-tiba sorot cahaya membangunkanku. Sebuah cahaya yang panas dan tak asing lagi. Ini cahaya matahari! Sudah pagi kah?

Aku sudah hendak sadar dan membuka mata. Terdengar suara memekakkan telingaku.

“PRESIDEN HARUS BERTANGGUNG JAWAB!!!”

via GIPHY

Aku melompat terbangun. “DEK!!” teriakku refleks. Sebelum akhirnya aku menyadari kejanggalan besar yang ada.

Aku bangun di atas puing-puing reruntuhan sebuah rumah. Seorang pria berdiri tak jauh dari depanku. Pria paruh baya yang sedikit tambun dengan sarung dan kaos oblong. Tak jauh di belakanganya tampak orang-orang berkerumun. Memasang mimik muka khawatir dan keheranan.

Aku berlari menelusuri puing-puing itu sambil berteriak-teriak, “DEK! DEK!”

Aku yakin betul bahwa semalam kami memasuki sebuah rumah di sini. Orang-orang mulai saling berbisik dengan wajah yang ketakutan sekaligus mengkhawatirkan. Aku mengabaikannya. Aku berlari ke arah yang kuyakini sebagai kamar Si Mbok.

Tapi yang kutemukan hanyalah puing-puing serta kantong plastik dan wadah bekas bubur yang dibawa oleh Mila. Jantungku serasa mau berhenti saja. Sayup-sayup kudengar seorang wanita berbisik ke kawannya,

“Kok berani ya tidur di sini? Bukannya ini sudah runtuh 3 hari yang lalu?”

Aku tertegun mendengar bisikan yang bahkan terdengar begitu jelas di telingaku.

“TIGA HARI?! SEMALAM KAMI TIDUR DI SINI!” teriakku antara percaya dan tidak percaya.

Semua orang yang mendengar teriakanku terkejut bukan main. Aku masih mengkhawatirkan Mila.

“Dek! DEK! KAMU DI MANA?!” teriakku sambil memastikan ke satu arah. Yaitu arah di mana kami memarkir motor. Benar saja, motor kami masih terparkir di situ dengan posisi yang sama. Tepat di tempat yang persis di muka pintu. Setidaknya itu seharusnya muka pintu sebelum menjadi puing-puing.

“Mas! Mas Indra!” kudengar suara Mila dari kejauhan. Hatiku terasa lega mendengarnya. Kulihat dirinya berjalan dari bawah bersama seorang bapak. Pakaiannya kotor penuh dengan tanah merah. Wajahnya belepotan tanah. Melihatku ia berlari ke arahku lalu memelukku dan menangis.

“Huhuhu! Mas Indra!” aku masih kebingungan dengan keadaan ini.

“Aku bangun di tengah kuburan Mas Indra!” lanjutnya menjelaskan.

Aku tercengang, tapi Mila tak ingin melepaskanku saking sedihnya.

“Pas aku bangun.. huhuhu.. aku liat nisan.. huhuhuuu… ada namanya Si Mbok sama Mbah kung! Huaaaaaa!!!” tangis Mila semakin menjadi-jadi.

Aku hanya bisa mengelus kepalanya. Kulihat keseluruhan puing-puing yang semalam kami lihat sebagai sebuah rumah yang berdiri kokoh.

via GIPHY

Entah apa yang terjadi semalam. Yang jelas, menurut warga, tiga hari lalu rumah Mbah kung tertimbun longsor dari undakan tanah di atasnya. Kebetulan Mbah kung dan Si Mbok berada di dalam rumah karena hari sudah malam dan Si Mbok masih terbaring sakit. Tak ada yang selamat dari longsor itu.

Mila terus menangis. Aku pun terheran. Apa gerangan yang kami alami. Pesan Si Mbok sakit ternyata pesan yang terlambat datang karena masalah jaringan. Bertepatan dengan saat itu, handphone Mila berdering, menampilkan pesan bahwa Mbah Kung dan Si Mbok telah pergi.

Ini menjadi sebuah malam panjang bagi kami. Sebuah malam yang penuh dengan misteri, tapi juga sebuah kehangatan dari Mbah Kung dan Si Mbok yang tak membiarkan cucunya tersesat di tengah gelapnya malam.

Kamu suka menulis? Pingin tulisanmu dibaca banyak orang dan mendapat banyak masukan dari kami agar makin berkualitas? Kamu bisa daftar jadi anggota BacaSajalah dengan klik link ini! Jangan lupa cek inbox/ spam box kamu dalam waktu 5 menit setelah kamu melakukan pendaftaran!

Baca juga:

Nara Pandhu
Nara Pandhu
Suka dengan hal-hal berbau misteri. Sudah menulis cerita misteri sejak tahun 2012.

Latest articles

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër

Related articles

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!